Kamis, 18 Februari 2016

Kperibadian di Masa Lalu

Masih ingat dengan fenomena gunung es?

Perilaku kita adalah puncak gunung es yang dapat dilihat oleh semua orang. Dibalik perilaku kita adalah semua pengalaman kehidupan di masa lalu yang membentuk kepribadian kita saat ini.
Di masyarakat, di tempat kerja dan di mana pun kita sering menjumpai orang-orang yang berlebihan dalam segala sesuatunya, orang-orang yang membangun pencitraan yang berbeda dengan realitas, orang-orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan tujuannya, orang-orang yang cenderung menjadi sumber masalah dalam setiap hubungan dengan orang lain dan berbagai perilaku lainnya.

Mari kita sejenak memahami bagaimana kepribadian ini terbentuk, mengkristal dan mempengaruhi pola pikir dan perilaku seseorang.

Setiap orang di atas bumi ini memiliki kebutuhan dasar yang sama, yaitu KEBUTUHAN UNTUK DIANGGAP PENTING.

Dalam keseharian kita sering mendapati mereka yang berlebihan dalam menceritakan dirinya. Lebih-lebih dengan social media saat ini, kebutuhan untuk eksis dan mendapat pengakuan penting setiap saat bisa muncul di social media. Saat naik pesawat dengan tiket bisnis, kita akan segera memposting tiket tersebut di facebook, saat meeting dengan pejabat negara, kita buru-buru membuat status tentang meeting dengan pejabat penting dan lain sebagainya.

Bagaimana kebutuhan dasar ini ada di setiap pribadi? Kita telusuri lorong kehidupan kita di masa lalu…

Darimana keinginan universal untuk dianggap penting ini, untuk dicintai dan diperhatikan ini muncul? Dari sejak kita masih bayi. Saat kita bayi, kita adalah raja dan ratu di kehidupan. Tanpa upaya apapun, orang dewasa selalu memuji kelucuan kita, menimang-nimang, mendendangkan lagu untuk kita. Saat orang dewasa melihat kita, tatapan mereka adalah tatapan ketakjuban yang penuh cinta. Ini adalah tahap “megalomania kekanak-kanakan”, dimana semua keinginan kita pasti dipenuhi oleh orang dewasa. Kita semua mengalami hal ini saat masih bayi.Waktu bergulir… orang dewasa lambat laun dan pasti, akan menyuruh kita untuk belajar berjalan, mereka mengajari kita untuk buang air di toilet, untuk belajar makan sendiri, dan lain sebagainya. Masa keemasan yang menyenangkan saat kita bayi berjalan dengan cepat, berganti dengan sejumlah tuntutan orang dewasa agar kita bisa mulai mandiri mengurus diri kita. Belum lagi kita setiap saat mendengar kalimat-kalimat seperti, “jangan berjalan kesana… hati-hati… kamu harus menuruti ucapan orang dewasa…” dan sebagainya.
Apa yang kita pahami? Surga kita tiba-tiba lenyap dan kita harus turun ke bumi.
Waktu terus berjalan dan sampailah kita dimana kita telah menyelesaikan pendidikan kita dan dituntut untuk berperan sebagai orang dewasa. Kita dipaksa untuk masuk dalam kehidupan yang keras tanpa kita mendapat kesempatan untuk menata diri terlebih dahulu. Kita tidak tahu pasti apakah pekerjaan kita sesuai dengan pendidikan yang kita ambil, kita tidak tahu bagaimana bersikap dan berperilaku terhadap figure otoritas dalam suatu karakteristik budaya organisasi tertentu. Kita belum siap sepenuhnya namun harus menghadapi semua itu. Sebuah perjalanan panjang untuk mendapatkan sukses dan kebahagiaan serta pencapaian tujuan. Materi, penghargaan keberhasilan, keluarga, status sosial adalah indikator-indikator keberhasilan yang dilekatkan oleh masyarakat; dan kita berjuang keras untuk mendapatkan semua itu agar mendapatkan perhatian masyarakat. Kita merindukan perhatian dari semua orang seperti yang kita dapatkan di awal kehidupan kita. “Dengarkanlah saya… pandanglah saya… perhatikanlah saya… sentuhlah saya… peluklah saya… berbicaralah pada saya… saya ingin menjadi orang penting… saya ingin berarti”. Ini adalah kerinduan universal yang ada dalam alam bawah sadar setiap orang; terlepas apakah kerinduan ini tertolak atau ditekan.

Bagaimana kerinduan ini tampil dalam realitas perilaku sehari-hari? Di masyarakat kita akan mendapati 3 jenis pribadi:

1        Pribadi pecundang. Mereka yang kalah dalam kompetisi kehidupan karena faktor ketidakberuntungan, keturunan, lingkungan dan sebagainya. Mereka menjalani kehidupan dengan tidak bahagia. Masyarakat kurang menghargai mereka dan mereka menjadi warga masyarakat kelas bawah. Di golongan ini, mereka telah mengubur dalam-dalam kerinduan masa bayi dan mereka menjalani kehidupan apa adanya.

2        Pribadi manipulatif. Mereka adalah pribadi yang menggunakan orang lain sebagai alat untuk mencapai tujuannya. Membangun hubungan selalu disertai dengan intensi tertentu yang berujung untuk menguntungkan kepentingan pribadi. Nilai-nilai kehidupan mereka adalah asas manfaat bukan asas ketulusan. Mereka di golongan ini belum mampu beranjak dari kerinduan di masa bayi, belum matang dalam mengelola kebutuhannya sehingga perilaku yang muncul adalah perilaku manipulatif.


3        Pribadi pemilih. Mereka di golongan ini mampu menetapkan tujuan hidupnya dan bertanggung-jawab atas pilihannya. Kepada orang lain mereka bersikap tulus, mereka bahagia bila mampu memberdayakan orang lain dan meningkatkan kesejahteraan hidup orang lain. Kerinduan masa bayi tetap ada, namun dengan kematangan mereka mampu mengelolanya dengan baik sehingga kerinduan itu menjadi jalan kebaikan bagi dirinya dan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar