Masih
ingat dengan fenomena gunung es?
Perilaku
kita adalah puncak gunung es yang dapat dilihat oleh semua orang. Dibalik
perilaku kita adalah semua pengalaman kehidupan di masa lalu yang membentuk
kepribadian kita saat ini.
Di
masyarakat, di tempat kerja dan di mana pun kita sering menjumpai orang-orang
yang berlebihan dalam segala sesuatunya, orang-orang yang membangun pencitraan
yang berbeda dengan realitas, orang-orang yang menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan tujuannya, orang-orang yang cenderung menjadi sumber masalah dalam
setiap hubungan dengan orang lain dan berbagai perilaku lainnya.
Mari
kita sejenak memahami bagaimana kepribadian ini terbentuk, mengkristal dan
mempengaruhi pola pikir dan perilaku seseorang.
Setiap orang di atas bumi ini memiliki kebutuhan dasar yang
sama, yaitu KEBUTUHAN UNTUK DIANGGAP PENTING.
Dalam keseharian kita sering mendapati mereka yang berlebihan
dalam menceritakan dirinya. Lebih-lebih dengan social media saat ini, kebutuhan
untuk eksis dan mendapat pengakuan penting setiap saat bisa muncul di social
media. Saat naik pesawat dengan tiket bisnis, kita akan segera memposting tiket
tersebut di facebook, saat meeting dengan pejabat negara, kita buru-buru
membuat status tentang meeting dengan pejabat penting dan lain sebagainya.
Bagaimana kebutuhan dasar ini ada di setiap pribadi? Kita
telusuri lorong kehidupan kita di masa lalu…
Darimana keinginan universal untuk dianggap penting ini,
untuk dicintai dan diperhatikan ini muncul? Dari sejak kita masih bayi. Saat
kita bayi, kita adalah raja dan ratu di kehidupan. Tanpa upaya apapun, orang
dewasa selalu memuji kelucuan kita, menimang-nimang, mendendangkan lagu untuk
kita. Saat orang dewasa melihat kita, tatapan mereka adalah tatapan ketakjuban
yang penuh cinta. Ini adalah tahap “megalomania kekanak-kanakan”, dimana semua
keinginan kita pasti dipenuhi oleh orang dewasa. Kita semua mengalami hal ini
saat masih bayi.Waktu bergulir… orang dewasa lambat laun dan pasti, akan
menyuruh kita untuk belajar berjalan, mereka mengajari kita untuk buang air di
toilet, untuk belajar makan sendiri, dan lain sebagainya. Masa keemasan yang
menyenangkan saat kita bayi berjalan dengan cepat, berganti dengan sejumlah
tuntutan orang dewasa agar kita bisa mulai mandiri mengurus diri kita. Belum
lagi kita setiap saat mendengar kalimat-kalimat seperti, “jangan berjalan
kesana… hati-hati… kamu harus menuruti ucapan orang dewasa…” dan sebagainya.
Apa yang kita pahami? Surga kita tiba-tiba lenyap dan kita
harus turun ke bumi.
Waktu terus berjalan dan sampailah kita dimana kita telah
menyelesaikan pendidikan kita dan dituntut untuk berperan sebagai orang dewasa.
Kita dipaksa untuk masuk dalam kehidupan yang keras tanpa kita mendapat
kesempatan untuk menata diri terlebih dahulu. Kita tidak tahu pasti apakah
pekerjaan kita sesuai dengan pendidikan yang kita ambil, kita tidak tahu
bagaimana bersikap dan berperilaku terhadap figure otoritas dalam suatu
karakteristik budaya organisasi tertentu. Kita belum siap sepenuhnya namun
harus menghadapi semua itu. Sebuah perjalanan panjang untuk mendapatkan sukses
dan kebahagiaan serta pencapaian tujuan. Materi, penghargaan keberhasilan,
keluarga, status sosial adalah indikator-indikator keberhasilan yang dilekatkan
oleh masyarakat; dan kita berjuang keras untuk mendapatkan semua itu agar
mendapatkan perhatian masyarakat. Kita merindukan perhatian dari semua orang
seperti yang kita dapatkan di awal kehidupan kita. “Dengarkanlah saya…
pandanglah saya… perhatikanlah saya… sentuhlah saya… peluklah saya…
berbicaralah pada saya… saya ingin menjadi orang penting… saya ingin berarti”.
Ini adalah kerinduan universal yang ada dalam alam bawah sadar setiap orang;
terlepas apakah kerinduan ini tertolak atau ditekan.
Bagaimana kerinduan ini tampil dalam realitas perilaku
sehari-hari? Di masyarakat kita akan mendapati 3 jenis pribadi:
1
Pribadi pecundang. Mereka yang kalah dalam kompetisi
kehidupan karena faktor ketidakberuntungan, keturunan, lingkungan dan
sebagainya. Mereka menjalani kehidupan dengan tidak bahagia. Masyarakat kurang
menghargai mereka dan mereka menjadi warga masyarakat kelas bawah. Di golongan
ini, mereka telah mengubur dalam-dalam kerinduan masa bayi dan mereka menjalani
kehidupan apa adanya.
2
Pribadi manipulatif. Mereka adalah pribadi yang
menggunakan orang lain sebagai alat untuk mencapai tujuannya. Membangun
hubungan selalu disertai dengan intensi tertentu yang berujung untuk
menguntungkan kepentingan pribadi. Nilai-nilai kehidupan mereka adalah asas
manfaat bukan asas ketulusan. Mereka di golongan ini belum mampu beranjak dari
kerinduan di masa bayi, belum matang dalam mengelola kebutuhannya sehingga
perilaku yang muncul adalah perilaku manipulatif.
3
Pribadi pemilih. Mereka di golongan ini mampu
menetapkan tujuan hidupnya dan bertanggung-jawab atas pilihannya. Kepada orang
lain mereka bersikap tulus, mereka bahagia bila mampu memberdayakan orang lain
dan meningkatkan kesejahteraan hidup orang lain. Kerinduan masa bayi tetap ada,
namun dengan kematangan mereka mampu mengelolanya dengan baik sehingga
kerinduan itu menjadi jalan kebaikan bagi dirinya dan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar